Kiai Hologram (Emha Ainun Nadjib)

بسم الله الرحمن الرحيم


Kiai Hologram - bentangpustaka.com


Sebetulnya agak susah untuk menerangkan isi buku ini, bukan karena isinya tidak menarik, justru sebaliknya, isinya begitu kaya makna, bernas.

Terus kenapa sulit? Ya sulit saja deh pokoknya. Tapi mudahnya begini, ini adalah salah satu kumpulan tulisan Cak Nun (Emha Ainun Nadjib.) Cak Nun sendiri telah menulis ribuan tulisan serta puluhan buku, baik berupa essai, puisi, bahkan cerpen.

Nah, apa yang ditulis Cak Nun dalam buku ini (dan tentu saja buku-bukunya yang lain), adalah melakukan "dekonstruksi pemahaman nilai, pola komunikasi, metoda perhubungan kultural, serta pendidikan cara berpikir." Kata-kata ini saya kutip dari situs resmi beliau di Caknun.com.

Di sini, dirimu bisa menemukan berbagai konsep yang sering diungkapkan Cak Nun di forum-forum Maiyah. Konsep-konsep seperti Evolusi Enam Hari; Segitiga Cinta; Evolusi Bluluk, Cengkir, Degan, dan Kelapa; Perbedaan Thariq, Shirath, Sabil, dan Syar'i, yang meski diterjemahkan sebagai "jalan", namun berbeda maknanya; atau pun tentang Khilafah, Pancasila, Indonesia, Agama, serta Bhinneka Tunggal Ika.

Cak Nun biasa mengungkapkan konsep-konsep tersebut dalam forum-forum Maiyah, entah itu Kenduri Cinta Jakarta, PadhangMbulan Jombang, Mocopat Syafaat Yogyakarta, Gambang Syafaat Semarang, Bangbang Wetan Surabaya, atau acara-acara Sinau Bareng dan Ngaji Bareng Cak Nun di kota-kota lainnya. Inilah yang dimaksud Cak Nun dalam buku ini kala menyebutkan bahwa dirinya biasa bertemu ribuan, belasan bahkan puluhan ribu orang tiap pekannya, duduk berdiskusi 4-6 jam, belum dilanjutkan dengan bersalam-salaman hingga 1-1.5 jam.

Nah, intinya saya sangat menyarankan sekali untuk membaca buku ini juga tulisan-tulisan Cak Nun lainnya. Membaca tulisan-tulisan Cak Nun ini bikin saya lebih hati-hati kalau omong soal istilah-istilah, macam "Khilafah", "Bhinneka Tunggal Ika", dan sebagainya. Seringkali kita terpeleset menggunakan berbagai istilah namun tidak paham betul artinya, berasal dari mana, maksudnya bagaimana dan sebagainya.

Tulisan dalam buku ini barangkali termasuk pada tulisan -yang kalau meminjam istilah Mbah Nun- yang seperti buah mangga yang telah dikuliti, diiris-iris isinya dan disajikan di atas piring, siap disantap, maka tidak rumit-rumit amat memahaminya. Berbeda dengan tulisan-tulisan Mbah Nun dalam Seri Daur yang berupa pelok atau biji, sehingga lebih rumit untuk memahaminya.

No comments:

Silakan berkomentar, gunakanlah bahasa yang santun dan sopan serta sesuai dengan tulisan di atas