Field Report: Pocari Sweat Bandung Marathon 2018

بسم الله الرحمن الرحيم




Sepekan selepas Pocari Sweat Bandung Marathon (PSBM) 2018, rupanya keseruannya masih terasa dan masih terbayang-bayang euforianya. Nah, mumpung masih terasa -meski sudah lewat sepekan-, maka di tulisan ini saya coba berbagi Laporan Pandangan Mata Lapangan alias Field Report Pocari Sweat Bandung Marathon 2018.

***

PSBM 2018 merupakan salah satu lomba lari yang menjadi target saya di tahun ini. Alasannya jelas, selain karena PSBM 2017 menjadi salah satu lomba terbaik (untuk kategori setengah-marathon, versi RunHoodMag), utamanya karena PSBM satu-satunya lomba lari di Bandung dengan semua kategori, dari 5K, 10K, setengah Marathon, hingga Marathon. Tentunya menjadi tantangan untuk menyelenggarakan lomba lari hingga kategori Marathon di Bandung, mengingat jalanan di Bandung yang lebih kecil dan segitu-segitunya di banding Jakarta. Publikasi mengenai penyesuaian jalan di beberapa banyak titik di kota Bandung sudah disebar beberapa hari sebelum acara, beberapa komentar bernada protes di media sosial pun tidak sedikit ditemui, hal yang wajar namun sekaligus menjadi tantangan bagi penyelenggara. Antusiasme terhadap lomba ini begitu terasa, dari habisnya kuota saat periode flash sale hingga jelang hari-H. Lalu bagaimana dengan hari-H nya?

Paket lomba PSBM 2018. Pas ngambil ternyata minus botol Pocari.
Sumber foto: Instagram.com/pocariid


PSBM 2018 seperti edisi pertamanya mengambil titik mulai dan akhir di Jalan Diponegoro, tepatnya di depan Gedung Sate dan Lapangan Gasibu, Bandung. Menurut jadwal, lomba mulai bahkan dari sebelum adzan Subuh, ini yang menurut saya tentu agak kurang nyaman, meski dimaklumi karena Cut-off Time (COT) untuk kategori Marathon cukup panjang (seingat saya sekitar 6 - 7 jam), pun untuk menghindari cuaca yang lebih panas menjelang siang. 

Saya mengambil kategori setengah Marathon (Half-Marathon / HM), waktu mulai (flag-off) jam 5.10, sementara adzan Subuh jam 4.45. Waktu yang mepet ini mengakibatkan sebagian pelari menumpuk di bagian belakang masjid di kompleks Gedung Sate, tentunya agar selepas shalat subuh berjamaah bisa langsung bergegas ke garis mulai. Mepetnya waktu ini membuat beberapa pelari kategori Marathon terlambat mulai dan mesti mengikuti waktu mulai yang sama dengan kategori setengah Marathon. Sebagian pelari setengah Marathon pun terpaksa menaiki dan melompati pagar agar bisa segera bergabung ke area mulai lomba. Jam 5.10, lomba kategori setengah Marathon dimulai.

Di dua kilometer pertama dimulai dengan pelan, pace 7 sekian karena pelari belum terurai, masih menumpuk. Di satu kilometer pertama masih agak lega karena dua jalur di Jalan Diponegoro bisa digunakan, tetapi saat di Jalan Citraresmi (Jalan Pusdai) lalu masuk ke Surapati, jalur menyempit karena jalanan dua arah. Pelari mulai terurai beberapa ratus meter sebelum menaiki Lintas Atas Pasopati, dan benar-benar terurai setelah titik hidrasi pertama (KM 2.5) di awal pendakian Lintas Atas Pasopati.


Pocari Sweat dan air mineral di tiap titik hidrasi.
Sumber foto: Instagram.com/pocariid

Lintas Atas Pasopati, Segmen Terbaik di Kategori Setengah Marathon

Lintas Atas Pasopati barangkali jadi segmen terbaik di kategori setengah Marathon, berlari di lintas atas dengan cuaca yang masih segar (mulai naik sekitar jam 5.23-5.25) dan jalan yang luas merupakan kepuasan tersendiri. Lintas atas ini cukup menarik, karena tanjakan dan turunan tidak hanya di awal dan akhir jalur, namun di pertengahan lintas atas pun ada sedikit tanjakan lagi dan sedikit turunan. Di segmen ini pelari melalui beberapa titik hidrasi, wajar saja karena segmen lintas atas ini cukup panjang, dari kilometer 2.5 hingga kilometer 10 atau 11 (sudah termasuk putar balik di perempatan Jalan Pasteur - Soerya Soemantri.

Segmen ini juga menjadi titik yang menarik untuk berfoto, beberapa fotografer lari berada di beberapa titik di jalur menuju Jalan Surapati.


"Bertemu" dengan Pengguna Jalan

Selepas turun dari Lintas Atas Pasopati, matahari mulai meninggi, warga kota Bandung mulai melalui ruas jalan yang bersinggungan atau tepat dipakai jalur pelari. Apalagi karena hari Minggu, ruas Jalan Surapati di depan pasar kaget Gasibu hingga pertigaan Jalan Surapati - Citraresmi lebih padat dan lajur pelari menyempit. Di sini bahkan sebagian pelari mesti berlari beberapa waktu di belakang Pacer Marathon karena kanan kiri sudah mulai dilalui pengguna jalan. Di pertigaan Surapati-Citraresmi, klakson begitu nyaring dibunyikan pengguna jalan yang mesti terhenti menunggu rombongan pelari lewat. Jalan W.R. Supratman menjadi segmen turunan "tipis" yang cukup panjang, sekitar 100-200 meter sebelum ujung jalan, mobil dan motor dihentikan, sementara jalan penuh oleh kendaraan membuat sebagian pelari berlari di trotoar sempit Jalan Supratman. 

"Pertemuan" dengan para pengguna jalan ini terus berlanjut hingga Jalan R.E. Martadinata, dan kembali sepi di jalan menuju Taman Fotografi, terus hingga Jalan Gudang Utara dan seterusnya. Di segmen ini pelari setengah Marathon selain difasilitasi minuman di titik hidrasi, juga terdapat spons dan air di satu titik untuk menghindari Heat Stroke, sementara di titik lain disediakan juga pisang dan apel sebagai tambahan tenaga bagi pelari. 


Tiga Kilometer Terakhir dan Tanjakan Tipis

Sejak jalan Ahmad Yani - Jalan Aceh - lalu kembali ke Jalan R.E. Martadinata, saya masih bisa berlari beberapa jarak di belakang Pacer sub 2.15, namun masalah muncul di sekitar kilometer 18 (seperti saat mencoba setengah Marathon pertama saya, Maret 2018). Telapak kaki kanan mulai terasa tidak nyaman, seperti hampir kram. Sempat berhenti beberapa detik, lalu lanjut lagi, di kilometer-kilometer akhir ini mental lebih banyak berbicara. Disemangati marshall dan bertemu teman menjadi booster tersendiri. 


KM 20.4. Foto oleh Pic2Go Indonesia

Dua kilometer terakhir menjadi tantangan, terutama bagi pelari yang tidak familiar dengan rute. Masuk kembali ke Jalan Supratman lalu berbelok ke Jalan Diponegoro hingga finish. Segmen ini adalah segmen dengan tanjakan "tipis" terpanjang untuk setengah Marathon, segmen ini sering dibicarakan selepas lomba, baik di lokasi maupun di media sosial. Di tanjakan "tipis" terakhir ini komunitas-komunitas dan pelari lain menyemangati, terdengar ada yang bilang, "yaa Half-Marathon sub 2.30!" , saya pacu lebih kencang di beberapa ratus meter terakhir dan akhirnya berhasil finish dengan catatan waktu yang sangat memuaskan: 2 jam 15 menit 9 detik (official chip time), 2 jam 15 menit 50 detik (jam tracker), 2 jam 16 menit 11 detik (official gun time).


***

Secara keseluruhan, saya sangat puas dengan PSBM 2018, selain karena di Bandung, juga penyelenggaraan lomba yang cukup rapi, meraih Personal Best alias rekor pribadi untuk kategori setengah Marathon. Beberapa titik jalur menyempit atau diklakson kendaraan masih bisa dipahami mengingat jalanan yang sempit di Bandung. Refreshment di akhir lomba berupa pisang, sebotol Pocari Sweat dan Soy Joy ukuran kecil cukup menurut saya. Intinya, PSBM 2018 ini sangat berkesan, bikin ketagihan dan menjadi lebih yakin untuk bisa long run di tiap pekan.

Terima kasih PSBM 2018, sampai bertemu di PSBM 2019!

No comments:

Silakan berkomentar, gunakanlah bahasa yang santun dan sopan serta sesuai dengan tulisan di atas