بسم الله الرØمن الرØيم
Mungkin sulit kita temui riwayat tentang orang semacam orang ini, yang mencari kebenaran, berkelana ke sana-ke sini untuk menemukan kebenaran yang diyakininya. Ya. Sosok yang dimaksud adalah Salman al-Farisi. Memulai perjalanan panjangnya dari sebuah desa kecil, Desa Ji namanya, yang berada di Isfahan, Persia, negeri penganut agama Majusi. Ia sendiri adalah seorang anak Bupati desa tersebut. Lalu, pada suatu waktu, ia pernah melihat orang-orang Nasrani yang sedang beribadah, ia tertarik dengan agama ini. Pulanglah ia ke rumahnya, mencoba berdiskusi dengan Sang Bupati, namun yang ia dapati adalah kemarahan dari ayahnya. Dibelenggulah ia, dipenjaralah ia.
Lalu, dari sinilah perjalanan itu dimulai...
Ia nekat kabur dari desanya, bergabunglah ia dengan orang-orang Nasrani di Syiria itu. Dari sana, berkelanalah Salman. Dari Syiria ia pergi ke Mosul, lalu ke Nasibin, hingga ke Amuria di daerah Romawi, hanya satu tujuannya, menemukan kebenaran sejati. Hingga akhirnya, di Amuria, Salman diberi pesan terakhir oleh pemimpin di sana, pesan itu adalah bahwa akan tibanya kebangkitan Sang Nabi Terakhir. Nabi ini, akan hijrah ke suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak di antara dua bidang tanah berbatu-batu hitam. Nabi ini, pemimpin ini melanjutkan pesannya, tidak mau makan dari hasil sedekah, tetapi menghormati pemberian hadiah, di bagian belakang tubuhnya ada cap kenabian. Lalu, perjalanan panjang itu dilanjutkan.
Berbekal hasil usaha ternaknya, Salman ikut rombongan yang menuju Jazirah Arab, namun saat sampai Wadil Qura, ia dirampok dan dijual sebagai budak! Dia dijual ke seorang Yahudi, ia melihat di sana terdapat pohon kurma. Tak lama kemudian, ia dijual kepada seorang Yahudi dari Bani Quraidhah ke tempat yang ia yakini adalah tempat kemunculan Nabi itu. Dan, ya! Salman benar, ia sampai di Yastrib, atau kini yang telah berubah menjadi Madinah.
Diam-diam ia sering pergi menemui orang yang mengaku Nabi di Madinah, ia lalu memberikan makanan kepadanya dan berkata ia bersedekah untuknya, namun orang itu malah memberikannya kepada para sahabatnya. Keesokan harinya ia memberika makanan kepada orang tersebut seraya berkata bahwa itu adalah hadiah, orang itu lalu menerimanya dan mengajak para sahabatnya. Hingga akhirnya ia pun sempat melihat cap kenabian di bagian belakang tubuhnya, lalu ia pun berbicara dengan orang tersebut, dan akhirnya ia bersyahadat di depan orang itu yang tak lain adalah Rasulullah Muhammad. Lalu, Salman pun dibeli dan dimerdekakan.
Kini, setelah ia menemukan kebenaran yang ia cari, ia pun menjadi salah satu sahabat yang utama, begitu banyak jasanya bagi Islam. Namun, pastinya ada satu yang akan terus diingat.
Perang Khandaq! Di sinilah Salman mencetuskan sebuah ide cemerlangnya, di kala para kafir di Arab bersatu menghancurkan kaum muslimin dan orang Yahudi di dalam kota Madinah berkhianat, ia menyarankan Sang Nabi agar menggali sebuah parit, yang ternyata menjadi sebuah strategi cemerlang sehingga Kaum Muslimin pun menang dalam perang ini.
Lebih jauh lagi, Salman memberikan contoh nyata kepada kita tentang Ukhuwah. Teringatlah kita akan suatu saat di mana ia meminta sahabatnya, Abud Darda' untuk menemaninya meminang seorang perempuan di Madinah, segala mahar telah ia persiapkan. Abud Darda' yang mengantar Salman berkata kepada orang tua perempuan itu, "Di sini, ada salah satu sahabat utama Rasulullah, pahlawan di Perang Khandaq, adapun ia bermaksud untuk mengkhitbah putri anda."
Namun, kita tentu ingat akan jawaban perempuan tersebut melalui orang tuanya, "Adapun putri kami menolak beliau, namun apabila yang mengantar ini mempunyai maksud yang sama, maka putri kami bersedia menerimanya."
"Allahu Akbar!" Salman bertakbir. "Segala mahar yang telah saya siapkan hari ini juga saya serahkan kepada Abud Darda'. Segeralah kalian menikah! Saya siap menjadi saksinya, Insya Allah."
Subhanallah, inilah Salman. Sahabat yang dekat dengan Rasulullah.
Salman jua adalah seorang yang sangat zuhud, saat Salman sakit, Sa'd ibn Abi Waqqash menjenguknya, dan alangkah kagetnya ia, ketika ia melihat rumah Salman yang sempit, dan di dalamnya habta ada sebuah piring dan baskom. Dengan keadaan demikian pun ia masih takut akan harta yang dimilikinya terlalu berlebihan. Subhanallah!
Pantaslah ia, diperebutkan Sang Nabi, ketika suatu saat kaum Anshar berkata, "Salman dari golongan kami!"
"Tidak! Ia dari golongan Kami!" ujar kaum Muhajirin. Lalu terdengarlah Nabi berkata, "Ia adalah golongan kami, ia Ahlul bait!"
Mungkin sulit kita temui riwayat tentang orang semacam orang ini, yang mencari kebenaran, berkelana ke sana-ke sini untuk menemukan kebenaran yang diyakininya. Ya. Sosok yang dimaksud adalah Salman al-Farisi. Memulai perjalanan panjangnya dari sebuah desa kecil, Desa Ji namanya, yang berada di Isfahan, Persia, negeri penganut agama Majusi. Ia sendiri adalah seorang anak Bupati desa tersebut. Lalu, pada suatu waktu, ia pernah melihat orang-orang Nasrani yang sedang beribadah, ia tertarik dengan agama ini. Pulanglah ia ke rumahnya, mencoba berdiskusi dengan Sang Bupati, namun yang ia dapati adalah kemarahan dari ayahnya. Dibelenggulah ia, dipenjaralah ia.
Lalu, dari sinilah perjalanan itu dimulai...
Ia nekat kabur dari desanya, bergabunglah ia dengan orang-orang Nasrani di Syiria itu. Dari sana, berkelanalah Salman. Dari Syiria ia pergi ke Mosul, lalu ke Nasibin, hingga ke Amuria di daerah Romawi, hanya satu tujuannya, menemukan kebenaran sejati. Hingga akhirnya, di Amuria, Salman diberi pesan terakhir oleh pemimpin di sana, pesan itu adalah bahwa akan tibanya kebangkitan Sang Nabi Terakhir. Nabi ini, akan hijrah ke suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak di antara dua bidang tanah berbatu-batu hitam. Nabi ini, pemimpin ini melanjutkan pesannya, tidak mau makan dari hasil sedekah, tetapi menghormati pemberian hadiah, di bagian belakang tubuhnya ada cap kenabian. Lalu, perjalanan panjang itu dilanjutkan.
Berbekal hasil usaha ternaknya, Salman ikut rombongan yang menuju Jazirah Arab, namun saat sampai Wadil Qura, ia dirampok dan dijual sebagai budak! Dia dijual ke seorang Yahudi, ia melihat di sana terdapat pohon kurma. Tak lama kemudian, ia dijual kepada seorang Yahudi dari Bani Quraidhah ke tempat yang ia yakini adalah tempat kemunculan Nabi itu. Dan, ya! Salman benar, ia sampai di Yastrib, atau kini yang telah berubah menjadi Madinah.
Diam-diam ia sering pergi menemui orang yang mengaku Nabi di Madinah, ia lalu memberikan makanan kepadanya dan berkata ia bersedekah untuknya, namun orang itu malah memberikannya kepada para sahabatnya. Keesokan harinya ia memberika makanan kepada orang tersebut seraya berkata bahwa itu adalah hadiah, orang itu lalu menerimanya dan mengajak para sahabatnya. Hingga akhirnya ia pun sempat melihat cap kenabian di bagian belakang tubuhnya, lalu ia pun berbicara dengan orang tersebut, dan akhirnya ia bersyahadat di depan orang itu yang tak lain adalah Rasulullah Muhammad. Lalu, Salman pun dibeli dan dimerdekakan.
Kini, setelah ia menemukan kebenaran yang ia cari, ia pun menjadi salah satu sahabat yang utama, begitu banyak jasanya bagi Islam. Namun, pastinya ada satu yang akan terus diingat.
Perang Khandaq! Di sinilah Salman mencetuskan sebuah ide cemerlangnya, di kala para kafir di Arab bersatu menghancurkan kaum muslimin dan orang Yahudi di dalam kota Madinah berkhianat, ia menyarankan Sang Nabi agar menggali sebuah parit, yang ternyata menjadi sebuah strategi cemerlang sehingga Kaum Muslimin pun menang dalam perang ini.
Lebih jauh lagi, Salman memberikan contoh nyata kepada kita tentang Ukhuwah. Teringatlah kita akan suatu saat di mana ia meminta sahabatnya, Abud Darda' untuk menemaninya meminang seorang perempuan di Madinah, segala mahar telah ia persiapkan. Abud Darda' yang mengantar Salman berkata kepada orang tua perempuan itu, "Di sini, ada salah satu sahabat utama Rasulullah, pahlawan di Perang Khandaq, adapun ia bermaksud untuk mengkhitbah putri anda."
Namun, kita tentu ingat akan jawaban perempuan tersebut melalui orang tuanya, "Adapun putri kami menolak beliau, namun apabila yang mengantar ini mempunyai maksud yang sama, maka putri kami bersedia menerimanya."
"Allahu Akbar!" Salman bertakbir. "Segala mahar yang telah saya siapkan hari ini juga saya serahkan kepada Abud Darda'. Segeralah kalian menikah! Saya siap menjadi saksinya, Insya Allah."
Subhanallah, inilah Salman. Sahabat yang dekat dengan Rasulullah.
Salman jua adalah seorang yang sangat zuhud, saat Salman sakit, Sa'd ibn Abi Waqqash menjenguknya, dan alangkah kagetnya ia, ketika ia melihat rumah Salman yang sempit, dan di dalamnya habta ada sebuah piring dan baskom. Dengan keadaan demikian pun ia masih takut akan harta yang dimilikinya terlalu berlebihan. Subhanallah!
Pantaslah ia, diperebutkan Sang Nabi, ketika suatu saat kaum Anshar berkata, "Salman dari golongan kami!"
"Tidak! Ia dari golongan Kami!" ujar kaum Muhajirin. Lalu terdengarlah Nabi berkata, "Ia adalah golongan kami, ia Ahlul bait!"
No comments:
Silakan berkomentar, gunakanlah bahasa yang santun dan sopan serta sesuai dengan tulisan di atas