Curhat Buku

بسم الله الرحمن الرحيم

Buku merupakan jendela dunia, begitu kata orang. Ada orang yang senang dengan (membaca) buku ada pula yang biasa saja atau malah tidak suka. Bagi mereka yang senang (membaca) buku, juga terbagi lagi, ada yang senang dengan berbagai topik, ada juga yang topik tertentu (misal topik pemikiran filsafat, agama saja, dan lain-lain), ada juga yang hanya jenis tertentu (hanya senang fiksi saja, seperti novel, cerpen). Bagi saya sendiri, ada dua topik yang sering saya baca yang kalau diperhatikan sejak saya pertama senang membaca buku hingga sekarang, yakni mengenai agama serta sejarah. Entah mungkin bisa tepat atau tidak saya mengelompokkannya. Tapi meski dua topik ini yang seringkali saya baca, saya tak menutup bacaan di luar kedua hal ini, karena tentunya justru akan lebih baik ketika kita membaca berbagai macam topik, pemikiran sehingga akan memperluas wawasan dan membuat kita lebih terbuka dengan berbagai pemikiran. Saya kira tidak akan begitu maju seseorang yang hanya membaca atau hanya menerima dari satu hal saja, karena tentunya bisa membuat cakrawala pemikiran kita tidak luas. 

Oke, kembali pada dua topik buku yang lebih sering saya baca (dan beli). Topik agama seringkali menjadi prioritas saya, bukan berarti saya telah shaleh, namun justru untuk menuju ke sana. Selain itu, buku-buku awal (semasa saya kecil) yang saya baca memang terkait agama. Kisah-kisah mengenai para Nabi dan Rasul, kisah-kisah para Sahabat Rasulullah ataupun kisah-kisah hikmah lainnya menghiasi bacaan masa kecil saya. Mulai dari kisah yang ringan hingga kisah yang lebih luas lagi, dari mulai kisah sederhana hingga kisah yang lebih komprehensif, seperti Sirah Nabawiyah misalnya. Selain itu, saya seringkali tertarik dengan berbagai judul-judul buku yang terkenal atau yang biasa dipakai oleh penulis lain sebagai salah satu rujukan. Buku-buku semacam Muqaddimah Ibnu Khaldun juga menarik perhatian, meski sejujurnya cukup berat bagi saya (dan karenanya baru puluhan lembar saja dari sekitar 1000an halaman buku tersebut. Muqaddimah sendiri memang hanyalah mukadimah atau pembuka dari buku beliau mengenai kisah-kisah para raja, uniknya, buku Muqaddimah itu yang lebih dikenal dibanding buku "aslinya". Buku ini bahkan dibaca pula oleh Mark Zuckerberg, pendiri jejaring sosial Facebook).

Lalu, mengenai topik sejarah ataupun Sirah, juga selalu menarik perhatian saya. Sebagai orang yang senang dengan cerita dan senang bercerita, membaca sejarah, Sirah, novel sejarah (seperti Tetralogi Buru Pramoedya Ananta Toer) ataupun biografi (dan otobiografi) selalu menarik bagi saya. Saya kira mempelajari sejarah berarti menemukan ingatan baru akan dunia dan mungkin diri kita sendiri. Membaca Sirah Nabawiyah (sejarah kehidupan Nabi Muhammad) begitu penting. Bukan hanya karena mengetahui pribadi dan sejarahnya adalah bukti rasa rindu dan cinta kepada beliau, namun juga terdapat berbagai hikmah dan pelajaran yang bisa diambil.

Bumi Manusia, bagian pertama dari Tetralogi Buru Pramoedya Ananta Toer


Pertama, membaca Sirah tentunya membuat kita mengetahui akan kisah kehidupan Nabi Muhammad, bahkan terkadang membahas apa yang terjadi setelah wafatnya Rasulullah. Begitu banyak buku yang membahas mengenai Rasulullah, selain Sirah Nabawiyah-nya Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfury, ada juga buku Ar-Rasul-nya Said Hawwa yang lebih menekankan ciri baik fisik ataupun sifat Sang Nabi, begitu pula dengan berbagai buku lainnya. Sebagai seorang muslim, saya kira membaca atau mengetahui Sirah Nabawiyah dengan baik adalah salah satu keharusan.

Selanjutnya, membaca Sirah juga membuat kita belajar akan perjalanan dakwah Islam dan bagaimana Allah memberi pelajaran dalam setiap fasenya. Kita belajar dari fase Mekkah dan fase Madinah bahwasanya dakwah Islam (baik dulu, sekarang ataupun nanti) memerlukan sebuah proses panjang. Selain itu, ternyata perlu strategi khusus dalam berdakwah. Saat kita membaca Sirah di bagian dua fase tersebut, kita cermati bahwa ada pembagian yang jelas antara keduanya, fase Mekkah lebih menekankan dalam aspek Tauhid, ini terlihat dari ayat-ayat Al-Quran yang turun di Mekkah (Makkiyah) serta apa yang dilakukan Rasulullah di rumah Al-Arqam bin Abi Arqam, yakni mengajari, mendakwahi para Sahabat atau orang-orang yang mula-mula masuk Islam saat itu mengenai Islam. Ini berbeda dengan fase Madinah ketika Tauhid sudah mantap. 
Kita pun belajar dari Sirah bahwa kemenangan itu dipergilirkan, selain dari yang disebutkan Al-Quran mengenai hal ini, kita melihat dari Perang Badar dan Perang Uhud misalnya, tatkala Muslimin menang di Perang Badar namun kalah di Perang Uhud -meski tidak setelak kalahnya Musyrikin Quraisy saat Perang Badar.

Banyak lagi tentunya jika kita membahas khusus mengenai sirah ini, namun bagi saya, yang terpenting dari mempelajari Sirah Nabawiyah dan juga mengenai sejarah adalah kita menjadi lebih tahu mengenai suatu kejadian, mengenai apa penyebab terjadinya, bagaimana prosesnya, apa yang terjadi lebih detail, lalu apa dampaknya, apa yang mengiringinya dan sebagainya. Di buku-buku sejarah atau buku agama di sekolah (SD, SMP, ataupun SMA) seringkali hanya menyebutkan suatu kejadian serta penyebab dan dampaknya secara ringkas, inilah yang kurang dan akan sangat terbantu apabila kita membaca buku-buku mengenai sejarahnya. Sebagai contoh, seringkali kita hanya tahu bahwa perang-perang di masa kenabian (sebelum Fathu / Penaklukkan Mekkah) adalah Perang Badar, Perang Uhud, lalu Perang Khandaq. Namun, tahukah kita apa penyebabnya? Apa yang terjadi sehingga perang-perang itu meletus? Saya kira ini tak kalah pentingnya.

Begitu pun dengan sejarah bangsa Indonesia dan orang-orang besar yang terlibat di dalamnya. Di sinilah biografi dan otobiografi -selain buku sejarah- berperan banyak. Untuk Negeriku, otobiografi Bung Hatta (kini dibagi dalam tiga jilid) begitu memberi gambaran akan sosok Bung Hatta, perjuangannya semasa kuliah di Belanda, aktif di Perhimpunan Indonesia (PI), masa kecil dan remajanya, kebiasaan-kebiasaannya (termasuk yang membuat takjub adalah belasan ribu buku yang ia bawa dalam sekitar tujuh peti saat ia pulang dari Belanda, ini belum termasuk buku-buku yang ia tinggalkan di Belanda, Bung Hatta sendiri dikenal gemar dengan buku, selain begitu banyak koleksi bukunya, ia pun bahkan rela pergi ke negara lain untuk mendapatkan buku) serta berbagai pandangannya. 

Untuk Negeriku, Otobiografi Bung Hatta

Selain sejarah, membaca buku-buku tulisan para pendahulu kita akan membantu kita memahami betapa besarnya bangsa ini. Para Founding Father kita dan generasi awal-awal negeri ini begitu rajin dalam menulis. Soekarno, Hatta, Tan Malaka begitu produktif menulis buku, begitu pun Hamka, Natsir dan lainnya. Membaca buku-buku karya mereka membuat kita sadar akan luasnya pemikiran mereka dan berpengaruh terhadap sikap, perilaku dan cara pandang mereka, yang menariknya terasa kontras dengan keadaan bangsa kita saat ini (terlebih pemuda, andaikan para pemuda giat membaca dan mempelajari sejarah bangsa ini serta tulisan para pendahulu, saya kira akan maju benar bangsa ini).

Well, saya kira apa yang saya tuliskan cukup melenceng dari apa yang di awal saya sebutkan. Namun intinya bagi saya membaca sejarah adalah hal yang penting, meski perlu diperhatikan juga ketika membaca mengenai sejarah, bisa terjadi dan mungkin sering ada perbedaan dari satu buku dan satu buku yang lain. Orang bilang sejarah ditulis oleh siapa yang berkuasa atau siapa yang punya kepentingan. Karenanya buku semacam Api Sejarah karya Ahmad Mansur Suryanegara amat menarik, bagaimana beliau menuliskan sejarah yang berbeda dengan apa yang umum diketahui, tentunya disertai bukti-bukti pendukung. Sejarah juga sekali lagi bila kita pelajari bisa membuat kita maju, dalam segi pemikiran, serta kesadaran.

Sekali lagi, miris memang bila melihat pemuda sekarang ini tentunya apabila dibandingkan dengan besarnya bangsa ini sebenarnya (terlebih miris pula dengan adik-adik di jenjang sekolah yang beredar luas di media sosial). Bila kebanyakan dari kita mempelajari dan memahami benar akan besarnya bangsa ini, saya kira akan maju benar bangsa ini. Namun permasalahannya, kebiasaan membaca kita masih rendah, sekarang-sekarang ini banyak pula yang tak kuat dengan membaca teks-teks panjang dengan pembahasan mendalam, yang lebih populer adalah (inti-inti) tulisan yang kemudian diolah menjadi gambar, diagram, serta infografis. Bukannya jelek, namun saat hanya tergambar melalui hal-hal itu, pemahamannya akan berbeda ketika membaca buku atau tulisan rujukan atau sumber dari gambar, diagram atau infografis tersebut. 

Pun bagi kita yang baru senang membaca sekedar novel dan fiksi (bukan berarti tidak bagus), alangkah baiknya pula kita membaca buku-buku yang "lebih berat", ya lagi-lagi untuk memperkaya wawasan dan memperluas cara pandang kita.

Yap, barangkali curhat saya mengenai buku (yang menyambung ke topik lain) saya cukupkan :D
Ah ya, saya pribadi sejujurnya baru membaca puluhan buku saja, jauh tentunya dengan senior-senior saya yang membaca ratusan buku, yang terlihat dari cara pandang dan wawasan yang luas. Orang bilang dua hal yang bisa mengubah seseorang adalah buku apa yang dia baca dan dengan siapa ia bertemu dan berdiskusi, dua hal ini pun bisa mengubah seseorang dengan kurun waktu tertentu. 
Yap, ini adalah sebuah opini, pendapat yang mungkin masih dangkal, sangat terbuka untuk sebuah diskusi menarik untuk bersama-sama membuka pikiran.

No comments:

Silakan berkomentar, gunakanlah bahasa yang santun dan sopan serta sesuai dengan tulisan di atas