بسم الله الرØمن الرØيم
Mohammad Hatta, atau Bung Hatta, lahir di Bukti
Tinggi, Sumatera Barat pada 12 Agustus 1902. Selepas mengenyam pendidikan di
Indonesia, beliau melanjutkan studinya ke Rotterdam, Belanda. Aktivitas
politisnya terus berkembang di Negeri Kincir Angin itu dan akhirnya beliau pun
pernah menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia (PI) di Belanda. Sepulang dari
Belanda, beliau bertemu dengan Soekarno dan bersama-sama menjadi aktivis
kemerdekaan Indonesia. Karena aktivitasnya yang dianggap membahayakan, maka
Pemerintah Kolonial Belanda mengasingkan beliau ke Bovendigul, di daerah Papua,
lalu beliau dipindahkan ke Banda Neira beberapa tahun kemudian.
Setelah
bebas, beliau kembali bertemu dengan Soekarno dan menjadi Dwitunggal simbol kepemimpinan
Indonesia. Keduanya mampu menggerakkan rakyat untuk mempersiapkan diri menuju
kemerdekaan Indonesia. Pada akhirnya, 17 Agustus 1945, atas nama bangsa
Indonesia, Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Hatta
yang bertekad tidak akan menikah sebelum Indonesia merdeka akhirnya menetapi
janjinya, ia akhirnya menikah dengan Rahmi setelah tiga bulan dari Proklamasi
Indonesia, yang merupakan anak dari kawan Soekarno. Dari pernikahannya itu,
beliau dikaruniai tiga putri, yakni Meutia Farida Hatta, Gemala Rabiah Hatta,
serta Halida Nuriya Hatta.
Lalu, kesaksian dari ketiga putrinya
dan beberapa narasumber lain mengorek pelajaran-pelajaran lain dari Bung Hatta.
Dikatakan oleh Meutia Hatta, bahwa Bung Hatta adalah sosok ayah yang sangat penyayang
dan tidak pernah marah. Gemala Hatta pun punya cerita lain, beliau
berkesempatan berkuliah di Australia, lalu Bung Hatta mengirim surat padanya
agar cukup (beres berkuliah hingga dia umur 25 tahun, selepas itu kembali ke
Indonesia dan berkarya untuk negeri. Menurut Gemala, pesan ini tidak hanya
untuk dirinya, tapi juga untuk seluruh anak bangsa yang mengenyam studi di luar
negeri, agar setelah lulus kembali ke Indonesia dan berkarya untuk negeri.
Kisah menarik lainnya adalah saat
Bung Hatta melamar Rahmi, unik karena maskawinnya bukanlah perhiasan dan
sebagainya, namun berupa buku yang berjudul Alam
Pikiran Junani. Bagi Bung Hatta, maskawin merupakan suatu hal yang khusus.
Pembahasan menarik lainnya adalah
mengenai hubungan beliau bersama Bung Karno. Meski pada akhirnya Bung Hatta
mengundurkan diri dari jabatan sebagai Wakil Presiden di antaranya karena ada
beberapa pandangan yang bertentangan dengan Bung Karno, hal ini dimuat dalam
risalahnya yang diterbitkan sebagai buku, yakni Demokrasi Kita, pendapat lain dari menantu Bung Hatta, pengunduran diri
Bung Hatta juga ditengarai oleh pelanggaran yang dilakukan DPR, yakni tidak
mengadakan pemilu padahal sudah seharusnya diadakan, beberapa kali mengirimkan
surat dan tidak diindahkan hingga akhirnya beliau mengundurkan diri. Tapi,
meski sempat bertentangan pendapat dengan Bung Karno, hubungan mereka sangat
dekat, itulah yang diungkapkan Halida Hatta. Bila Bung Hatta sakit, maka Bung
Karno menjenguknya ke Rumah Sakit, begitu pula saat Bung Hatta pulang dari
Rumah Sakit, Bung Karno kembali menjenguknya. Bahkan, anak-anak Bung Hatta pun
memanggil Bung Karno dengan sebutan “Eyang”.
Kesaksian lain berasal dari Jay
Subiakto, musisi yang ternyata adalah kemenakan dari Bung Hatta. Jay sering
kali mengunjungi kediaman Bung Hatta, dan salah satu hal yang sangat membuatnya
kagum terhadap Bung Hatta adalah beliau mempunyai lebih dari 10.000 buku. Dikatakan
Bung Hatta bahwa beliau bisa membaca buku sebanyak itu karena mempunyai teknik
membaca cepat.
Bung Hatta juga dikenal sangat
sederhana dan bahkan jauh dari kata kaya harta. Meski beliau merupakan mantan Wakil
Presiden dan Proklamator Indonesia, namun beliau bahkan tidak bisa membeli
sepatu impiannya, dan hanya menyimpan iklannya di buku agendanya. Kesaksian
dari putri-putrinya pun bahwa kehidupan mereka bisa dikatakan susah, karena
memang tidak memiliki banyak uang. Bung Hatta mengandalkan penghasilan dari
royalti buku-bukunya dan hasil mengajar di beberapa perguruan tinggi.
Sungguh, Bung Hatta adalah salah
satu teladan yang baik untuk Indonesia. Hal yang paling melekat dari beliau
selain kesederhanaan adalah buku, dan menurut putri-putrinya buku itu sudah
menjadi bagian dari sang ayah, Mohammad Hatta.
Mata Najwa Episode "Belajar dari Bung Hatta"
memang benar buku adalah jendela dunia... buku membuka pikiran kita terhadap hal2 baru dan yang mungkin terlalu jauh dari tempat kita berada saat ini....
ReplyDeleteBagi yang punya hobi main poker ayo uji kehebatan anda melawan para jago poker lainnya di Game Poker & Domino Online Dengan Uang Asli