Semoga Bermanfaat
Takkan kau temui, takkan kau temui di pelosok dunia manapun, di kolong bumi, di seantero langit, sahabat seperti orang ini. Takkan kau temui, takkan kau temui sahabat macam orang ini, bagaimana tidak? Beliau ini yang membenarkan ketika yang lain tak percaya bahkan menghina Sang Manusia Terbaik, beliau yang banyak keutamaannya, beliau yang paling banyak menyerahkan apa yang dimilikinya demi Allah dan Rasul-Nya, beliau sang sahabat sejati Sang Rasul, beliaulah "The Successor". Inilah beliau, "Yang Berkata Benar", Abu Bakr Ash-Shiddiq.
Kebaikannya telah ditunjukan sebelum memeluk Islam. Ia adalah seorang yang dikenal karena kedermawanannya, seorang pedagang sukses, seorang yang wibawa, berkedudukan tinggi di kaum Quraisy. Beliau terhitung masih saudara Rasulullah SAW., bertemu nasabnya pada kakeknya, Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai.
Beliau memberikan kontribusi yang teramat besar bagi Islam, dari dakwah fardhiyahnya lah orang-orang terbaik seperti Abdurrahman ibn 'Auf, Saad ibn Abi Waqqash, Utsman ibn 'Affan, Zubair ibn Awwam, serta Thalhah ibn Ubaidillah memeluk Islam. Beliau juga dikenal sebagai pembebas para budak, yang paling dikenal tentunya ketika membebaskan Bilan ibn Rabah, ketika ia disiksa di sebuah lapang tandus, serta ditimpa batu besar yang teramat panas terasa, disiksa pula oleh orang-orang Quraisy, terutama Umayyah ibn Khalaf yang acapkali menyiksanya kerana keteguhan imannya. Abu Bakr kemudian menebusnya, kemudian memerdekakannya.
Abu Bakr pula yang menemani Sang Rasul ketika hijrah dari Mekkah ke Madinah, ia pula mengalami kejadian luar biasa di Gua Tsur saat beristirahat sekaligus berupaya bersembunyi dari kejaran kafir Quraisy.
Di sana, di dalam gua yang gelap itu, terjadilah peristiwa yang takkan terhapus sejarah, kisah bukti kesetiaan beliau kepada Rasulullah SAW.
Di sana, di dalam gua yang di mulutnya terdapat sarang lelabah, ia sandarkan kepala beliau SAW, diatur agar beliau nyaman, agar beliau tetap dapat beristirahat. Namun, ia lihat ada binatang berbisa keluar dari lubang-lubang kecil di sana, maka ditutuplah lubang itu agar tak keluar dan melukai orang yang berada di sandarannya, tetapi ada satu binatang lagi yang keluar dari lubang kecil lain di gua itu, maka ia tutup rapat dengan anggota tubuhnya yang lain, tersakitilah ia oleh binatang-binatang tersebut, namun -aduhai- beliau bahkan menahan untuk tak berteriak kesakitan demi sang Rasul tetap tertidur di dalam istirahatnya.
Di sana, di dalam gua yang terdapat sarang burung di luarnya, kemudian air mata menetes -sayangnya- membangunkan sang Rasul, terbangunlah, dan beliau SAW melihat sahabatnya yang telah berpeluh keringats serta terlukai. Lalu, terekamlah dalam Al-Quran sebuah ucapan indah yang telinga kita telah akrab mendengarnya, "sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: 'Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.'" (Q.S. At-Taubah [9]: 40)
Kawan, itulah sebaik-baik sahabat dalam dekapan ukhuwah, peristiwa di atas hanyalah peristiwa kecil di antara peristiwa-peristiwa yang menunjukkan keutamaan beliau.
Ia, adalah orang yang Umar ibn Al-Khaththab pun tak bisa mengalahkannya, pernah di sebuah peperangan, Perang Ahzab namanya ketika itu seperti yang diriwayatkan Umar ibn Al-Khaththab, bahwa ketika itu, Ummat Islami di Madinah dikepung dari segala penjuru, baik dari dalam dengan berkhianatnya Yahudi Madinah, juga dari luar dengan kafir Quraisy yang bersekutu dengan kaum-kaum lain yang membenci Islam, membutuhkan banyak pengorbanan baik harta maupun jiwa, maka dianjurkanlah oleh Rasulullah untuk beramal menyumbangkan hartanya. Ketika itu Umar datang membawa hartanya, ketika ditanya oleh Rasulullah tentang apa yang ditinggalkan untuknya dan keluarganya, Umar menjawab bahwa ia meninggalkan separuh hartanya untuknya dan keluarganya. Lalu, tak lama kemudian, datanglah Abu Bakr, dan kita ingat sendiri kisah ini, ketika ditanya tentang apa yang ia tinggalkan untuknya dan keluarganya, maka sebuah kalimat tinggi penuh keimanan terlafazhkan dari lisannya, "Cukup bagiku Allah dan Rasul-Nya." Subhanallah! begitu dahsyatnya beliau, menyumbangkan semuanya demi Islam. Kontribusi yang amat besar.
Dan kini, mari kita mengikuti sebuah kisah tinggi, sebuah perilaku yang lahir dari kepahaman dan kebeningan nurani seorang manusia. Sebuah kisah tinggi itu adalah...
Ketika itu, Sang Nabi menerima wahyu. Wahyu yang menggembirakan semua shahabat. Beliau membacakannya dari atas mimbar, "Apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau lihat manusia masuk ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepadaNya. Sesungguhnya Ia adalah Maha Penerima Taubat."
Semua sahabat tersenyum, lega, bahagia, dan penuh syukur. Tapi dari depan mimbar, Abu Bakr tiba-tiba berteriak dengan isak, "Ya Rasulullah, kutebus engkau dengan ayah dan ibuku! Demi Allah kutebus engkau dengan ayah dan ibuku!" Dan ia terus menangis. Para sahabat terheran-heran yang teramat dahsyat. Mereka menatap tajam dengan mulut yang tanpa disadari setengah menganga. Tapi Rasulullah tersenyum padanya.
"Seorang hamba diminta untuk memilih", beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melanjutkan sabda, "Antara perhiasan dunia menurut kehendaknya, atau apa yang ada di sisi Allah. Dan dia memilih apa yang ada di sisi Allah." Tangis Abu Bakr semakin keras. "Demi Allah ya Rasulullah, ayah dan ibu kami sebagai tebusanmu!"
Hingga kata perawi hadits ini, orang-orang bergumam dalam hati, "Lihathal orangtua ini! Rasulullah mengabarkan tentang kemenangan dan seorang hamba yang diberi pilihan, tapi dia berteriak-teriak tak karuan!"
Surat An-Nashr serta segala yang Rasulullah katakan ditangkap secara jelas dan pasti oleh Abu Bakr sebagai satu isyarat, bahwa ajal sang Nabi telah sangat dekat! Maka ia menangis. Maka ia berteriak. Hanya dia. Hanya dia yang mengerti.
Rasulullah masih tersenyum. "Sesungguhnya orang yang paling banyak membela dan melindungiku dengan pergaulan dan hartanya adalah Abu Bakr", kata beliau. "Andaikan aku boleh mengambil kekasih selain Rabbku, niscaya aku akan mengambil Abu Bakr sebagai Khaliil-ku. Tetapi ini adalah persaudaraan Islam dan kasih sayang. Semua pintu yang menuju Masjid harus ditutup, kecuali pintunya Abu Bakr."
***
"Tiada hari yang lebih bercahaya di Madinah daripada hari ketika Rasulullah datang kepada kami. Dan tidak ada hari yang lebih gelap dan muram daripada saat beliau wafat, ujar Anas ibn Malik.
"Sesungguhnya beberapa orang munafik beranggapan bahwa Rasulullah meninggal dunia!", kata sosok tinggi besar itu. Banyak orang berhimpun di sekililingnya, semua mengenali, orang yang berbuat gaduh ini adalah 'Umar ibn Al Khaththab. "Sesungguhnya beliau tidak wafat!", ia terus berteriak dengan mata merah berkaca-kaca dan berjalan ke sana ke mari. "Sesungguhnya beliau tidak mati!" Beliau hanya pergi menemui Rabbnya seperti Musa yang pergi dari kaumnya selama 40 hari, lalu kembali lagi pada mereka setelah dikira mati! Demi Allah, Rasulullah pasti akan kembali! Maka tangan dan kaki siapapun yang mengatakan beliau telah meninggal harus dipotong!"
'Umar masih terus berteriak-teriak bahkan menghunus pedang ketika Abu Bakr datang dan masuk ke bilik 'Aisyah tempat di mana jasad Sang Nabi terbaring. Disibaknya kain yang menyelubungi tubuh suci itu, dipeluknya Sang Nabi dengan tangis. "Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu...", bisiknya. "Allah tidak akan menghimpun dua kematian bagimu. Kalau ini sudah ditetapkan, engkau memang telah meninggal." Abu Bakr mencium kening Sang Nabi. "Alangkah wanginya engkau di kala hidup, alangkah wangi pula engkau di saat wafat."
'Umar masih mengayun-ayunkan pedang ketika dia keluar. "...Kaki dan tangannya harus dipotong! Dipotong!", teriak 'Umar.
"Duduklah hai 'Umar!", seru Abu Bakr. Tapi 'Umar tak kunjung duduk. Orang-orang, dengan kesadaran penuh mulai mendekati Abu Bakr dan meninggalkan 'Umar. "Barangsiapa menyembah Muhammad, maka sungguh Muhammad telah wafat. Tapi barangsiapa menyembah Allah, sesungguhnya Allah hidup kekal!" Abu Bakr lalu membaca ayat yang dibaca Mush'ab ibn 'Umair menjelang syahidnya, saat tubuh yang menghela panji Uhud dibelah-belah dan tersiar kabar bahwa Rasulullah terbunuh.
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (Q.S. Ali Imran [3]: 144)
'Umar jatuh terduduk mendengar ayat ini. Pedangnya lepas berdentang dari genggaman. Dengan gumaman diselingi isak, disimak dan dilafalkannya ayat yang dibaca Abu Bakr. Demikian juga yang lain. Mereka membaca ayat itu. Seolah-olah ayat itu baru saja turun. Seolah-olah mereka tak pernah mendengar ayat ini sebelum Abu Bakr membacakannya.
Maka inilah Abu Bakr. Seorang yang mata batinnya begitu jernih. Dia yang paling berduka, menangis, dan histeris ketika Sang Nabi memberi isyarat tentang dekatnya saat berpisah. Namun, di saat kekasih yang dicintainya itu benar-benar pergi, Abu BAkr menjadi orang yang paling waras, paling tenang, dan paling mententeramkan. Abu Bakr menyelamatkan kaum muslimin dari keterguncangan massal yang bisa berakibat fatal.
***
Maka, kawan, itulah beliau, Abu Bakr Ash-Shiddiq, sebaik-baik sahabat.
Semoga, kita semua mendapat sahabat yang terbaik bagi kita, yang tidak hanya membenarkan, tapi juga mengoreksi kesalahan kita, yang rela berkorban, yang selalu mengingatkan. Dan semoga kita pun menjadi sahabat terbaik baginya.
Dalam Dekapan Ukhuwah, semoga kita mendapatkannya.
Di salah satu gugusan dari banyaknya gugusan di semesta raya, 16 Zulhijjah 1431 H.
Firman Maulana (30-12-1414)/dari berbagai sumber
Takkan kau temui, takkan kau temui di pelosok dunia manapun, di kolong bumi, di seantero langit, sahabat seperti orang ini. Takkan kau temui, takkan kau temui sahabat macam orang ini, bagaimana tidak? Beliau ini yang membenarkan ketika yang lain tak percaya bahkan menghina Sang Manusia Terbaik, beliau yang banyak keutamaannya, beliau yang paling banyak menyerahkan apa yang dimilikinya demi Allah dan Rasul-Nya, beliau sang sahabat sejati Sang Rasul, beliaulah "The Successor". Inilah beliau, "Yang Berkata Benar", Abu Bakr Ash-Shiddiq.
Kebaikannya telah ditunjukan sebelum memeluk Islam. Ia adalah seorang yang dikenal karena kedermawanannya, seorang pedagang sukses, seorang yang wibawa, berkedudukan tinggi di kaum Quraisy. Beliau terhitung masih saudara Rasulullah SAW., bertemu nasabnya pada kakeknya, Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai.
Beliau memberikan kontribusi yang teramat besar bagi Islam, dari dakwah fardhiyahnya lah orang-orang terbaik seperti Abdurrahman ibn 'Auf, Saad ibn Abi Waqqash, Utsman ibn 'Affan, Zubair ibn Awwam, serta Thalhah ibn Ubaidillah memeluk Islam. Beliau juga dikenal sebagai pembebas para budak, yang paling dikenal tentunya ketika membebaskan Bilan ibn Rabah, ketika ia disiksa di sebuah lapang tandus, serta ditimpa batu besar yang teramat panas terasa, disiksa pula oleh orang-orang Quraisy, terutama Umayyah ibn Khalaf yang acapkali menyiksanya kerana keteguhan imannya. Abu Bakr kemudian menebusnya, kemudian memerdekakannya.
Abu Bakr pula yang menemani Sang Rasul ketika hijrah dari Mekkah ke Madinah, ia pula mengalami kejadian luar biasa di Gua Tsur saat beristirahat sekaligus berupaya bersembunyi dari kejaran kafir Quraisy.
Di sana, di dalam gua yang gelap itu, terjadilah peristiwa yang takkan terhapus sejarah, kisah bukti kesetiaan beliau kepada Rasulullah SAW.
Di sana, di dalam gua yang di mulutnya terdapat sarang lelabah, ia sandarkan kepala beliau SAW, diatur agar beliau nyaman, agar beliau tetap dapat beristirahat. Namun, ia lihat ada binatang berbisa keluar dari lubang-lubang kecil di sana, maka ditutuplah lubang itu agar tak keluar dan melukai orang yang berada di sandarannya, tetapi ada satu binatang lagi yang keluar dari lubang kecil lain di gua itu, maka ia tutup rapat dengan anggota tubuhnya yang lain, tersakitilah ia oleh binatang-binatang tersebut, namun -aduhai- beliau bahkan menahan untuk tak berteriak kesakitan demi sang Rasul tetap tertidur di dalam istirahatnya.
Di sana, di dalam gua yang terdapat sarang burung di luarnya, kemudian air mata menetes -sayangnya- membangunkan sang Rasul, terbangunlah, dan beliau SAW melihat sahabatnya yang telah berpeluh keringats serta terlukai. Lalu, terekamlah dalam Al-Quran sebuah ucapan indah yang telinga kita telah akrab mendengarnya, "sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: 'Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.'" (Q.S. At-Taubah [9]: 40)
Kawan, itulah sebaik-baik sahabat dalam dekapan ukhuwah, peristiwa di atas hanyalah peristiwa kecil di antara peristiwa-peristiwa yang menunjukkan keutamaan beliau.
Ia, adalah orang yang Umar ibn Al-Khaththab pun tak bisa mengalahkannya, pernah di sebuah peperangan, Perang Ahzab namanya ketika itu seperti yang diriwayatkan Umar ibn Al-Khaththab, bahwa ketika itu, Ummat Islami di Madinah dikepung dari segala penjuru, baik dari dalam dengan berkhianatnya Yahudi Madinah, juga dari luar dengan kafir Quraisy yang bersekutu dengan kaum-kaum lain yang membenci Islam, membutuhkan banyak pengorbanan baik harta maupun jiwa, maka dianjurkanlah oleh Rasulullah untuk beramal menyumbangkan hartanya. Ketika itu Umar datang membawa hartanya, ketika ditanya oleh Rasulullah tentang apa yang ditinggalkan untuknya dan keluarganya, Umar menjawab bahwa ia meninggalkan separuh hartanya untuknya dan keluarganya. Lalu, tak lama kemudian, datanglah Abu Bakr, dan kita ingat sendiri kisah ini, ketika ditanya tentang apa yang ia tinggalkan untuknya dan keluarganya, maka sebuah kalimat tinggi penuh keimanan terlafazhkan dari lisannya, "Cukup bagiku Allah dan Rasul-Nya." Subhanallah! begitu dahsyatnya beliau, menyumbangkan semuanya demi Islam. Kontribusi yang amat besar.
Dan kini, mari kita mengikuti sebuah kisah tinggi, sebuah perilaku yang lahir dari kepahaman dan kebeningan nurani seorang manusia. Sebuah kisah tinggi itu adalah...
Ketika itu, Sang Nabi menerima wahyu. Wahyu yang menggembirakan semua shahabat. Beliau membacakannya dari atas mimbar, "Apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau lihat manusia masuk ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepadaNya. Sesungguhnya Ia adalah Maha Penerima Taubat."
Semua sahabat tersenyum, lega, bahagia, dan penuh syukur. Tapi dari depan mimbar, Abu Bakr tiba-tiba berteriak dengan isak, "Ya Rasulullah, kutebus engkau dengan ayah dan ibuku! Demi Allah kutebus engkau dengan ayah dan ibuku!" Dan ia terus menangis. Para sahabat terheran-heran yang teramat dahsyat. Mereka menatap tajam dengan mulut yang tanpa disadari setengah menganga. Tapi Rasulullah tersenyum padanya.
"Seorang hamba diminta untuk memilih", beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melanjutkan sabda, "Antara perhiasan dunia menurut kehendaknya, atau apa yang ada di sisi Allah. Dan dia memilih apa yang ada di sisi Allah." Tangis Abu Bakr semakin keras. "Demi Allah ya Rasulullah, ayah dan ibu kami sebagai tebusanmu!"
Hingga kata perawi hadits ini, orang-orang bergumam dalam hati, "Lihathal orangtua ini! Rasulullah mengabarkan tentang kemenangan dan seorang hamba yang diberi pilihan, tapi dia berteriak-teriak tak karuan!"
Surat An-Nashr serta segala yang Rasulullah katakan ditangkap secara jelas dan pasti oleh Abu Bakr sebagai satu isyarat, bahwa ajal sang Nabi telah sangat dekat! Maka ia menangis. Maka ia berteriak. Hanya dia. Hanya dia yang mengerti.
Rasulullah masih tersenyum. "Sesungguhnya orang yang paling banyak membela dan melindungiku dengan pergaulan dan hartanya adalah Abu Bakr", kata beliau. "Andaikan aku boleh mengambil kekasih selain Rabbku, niscaya aku akan mengambil Abu Bakr sebagai Khaliil-ku. Tetapi ini adalah persaudaraan Islam dan kasih sayang. Semua pintu yang menuju Masjid harus ditutup, kecuali pintunya Abu Bakr."
***
"Tiada hari yang lebih bercahaya di Madinah daripada hari ketika Rasulullah datang kepada kami. Dan tidak ada hari yang lebih gelap dan muram daripada saat beliau wafat, ujar Anas ibn Malik.
"Sesungguhnya beberapa orang munafik beranggapan bahwa Rasulullah meninggal dunia!", kata sosok tinggi besar itu. Banyak orang berhimpun di sekililingnya, semua mengenali, orang yang berbuat gaduh ini adalah 'Umar ibn Al Khaththab. "Sesungguhnya beliau tidak wafat!", ia terus berteriak dengan mata merah berkaca-kaca dan berjalan ke sana ke mari. "Sesungguhnya beliau tidak mati!" Beliau hanya pergi menemui Rabbnya seperti Musa yang pergi dari kaumnya selama 40 hari, lalu kembali lagi pada mereka setelah dikira mati! Demi Allah, Rasulullah pasti akan kembali! Maka tangan dan kaki siapapun yang mengatakan beliau telah meninggal harus dipotong!"
'Umar masih terus berteriak-teriak bahkan menghunus pedang ketika Abu Bakr datang dan masuk ke bilik 'Aisyah tempat di mana jasad Sang Nabi terbaring. Disibaknya kain yang menyelubungi tubuh suci itu, dipeluknya Sang Nabi dengan tangis. "Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu...", bisiknya. "Allah tidak akan menghimpun dua kematian bagimu. Kalau ini sudah ditetapkan, engkau memang telah meninggal." Abu Bakr mencium kening Sang Nabi. "Alangkah wanginya engkau di kala hidup, alangkah wangi pula engkau di saat wafat."
'Umar masih mengayun-ayunkan pedang ketika dia keluar. "...Kaki dan tangannya harus dipotong! Dipotong!", teriak 'Umar.
"Duduklah hai 'Umar!", seru Abu Bakr. Tapi 'Umar tak kunjung duduk. Orang-orang, dengan kesadaran penuh mulai mendekati Abu Bakr dan meninggalkan 'Umar. "Barangsiapa menyembah Muhammad, maka sungguh Muhammad telah wafat. Tapi barangsiapa menyembah Allah, sesungguhnya Allah hidup kekal!" Abu Bakr lalu membaca ayat yang dibaca Mush'ab ibn 'Umair menjelang syahidnya, saat tubuh yang menghela panji Uhud dibelah-belah dan tersiar kabar bahwa Rasulullah terbunuh.
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (Q.S. Ali Imran [3]: 144)
'Umar jatuh terduduk mendengar ayat ini. Pedangnya lepas berdentang dari genggaman. Dengan gumaman diselingi isak, disimak dan dilafalkannya ayat yang dibaca Abu Bakr. Demikian juga yang lain. Mereka membaca ayat itu. Seolah-olah ayat itu baru saja turun. Seolah-olah mereka tak pernah mendengar ayat ini sebelum Abu Bakr membacakannya.
Maka inilah Abu Bakr. Seorang yang mata batinnya begitu jernih. Dia yang paling berduka, menangis, dan histeris ketika Sang Nabi memberi isyarat tentang dekatnya saat berpisah. Namun, di saat kekasih yang dicintainya itu benar-benar pergi, Abu BAkr menjadi orang yang paling waras, paling tenang, dan paling mententeramkan. Abu Bakr menyelamatkan kaum muslimin dari keterguncangan massal yang bisa berakibat fatal.
***
Maka, kawan, itulah beliau, Abu Bakr Ash-Shiddiq, sebaik-baik sahabat.
Semoga, kita semua mendapat sahabat yang terbaik bagi kita, yang tidak hanya membenarkan, tapi juga mengoreksi kesalahan kita, yang rela berkorban, yang selalu mengingatkan. Dan semoga kita pun menjadi sahabat terbaik baginya.
Dalam Dekapan Ukhuwah, semoga kita mendapatkannya.
Di salah satu gugusan dari banyaknya gugusan di semesta raya, 16 Zulhijjah 1431 H.
Firman Maulana (30-12-1414)/dari berbagai sumber
No comments:
Silakan berkomentar, gunakanlah bahasa yang santun dan sopan serta sesuai dengan tulisan di atas