Mengenal Buya Hamka..

بسم الله الرحمن الرحيم

Menarik jika kita membaca surah Al-Fatihah, di mana hanya ada satu doa di dalamnya, yakni Ihdinashiraatalmustaqiim, tunjukilah kami jalan yang lurus. Ayat setelahnya tidak menunjukkan jalan yang lurus itu seperti apa, namun menunjukkan orang-orang yang telah melaluinya. Menarik karena di sini ditunjukkan bahwa untuk berada di jalan tersebut kita tidak akan bisa sendiri, tapi harus bersama-sama dengan orang-orang lain, juga bagaimana orang-orang terdahulu berada di jalan tersebut. Maka penting bagi kita untuk mengenal, mempelajari serta mendalami jalan orang-orang tersebut. Salah satu yang dekat jaraknya dengan kita -baik segi zaman maupun tempat- adalah Buya Hamka, seorang ulama terkemuka pada pertengahan 1900an.

***
Hamka lahir pada tahun 1908, nama lahir beliau adalah Malik, namun namanya lalu ditambahi dengan kata 'Abdul' di depan dan 'Karim Amrullah' di belakang, nama ini mengacu pada nama ayah dan kakeknya, sehingga nama lengkapnya menjadi Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA). Ayahnya bernama Abdul Karim Amrullah, yang juga sering dipanggil Haji Rasul. Haji Rasul ini termasuk ulama besar asal Minangkabau pada masa itu. Ia juga merupakan murid dari Syaikh Imam Khatib Al-Minangkabawi yang merupakan Imam Masjidil Haram asal Indonesia pada saat itu. Haji Rasul bisa disebut sebagai 'kakak kelas' dari K.H. Hasyim Asy'ari (pendiri Nahdlatul Ulama) dan K.H. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) karena keduanya juga merupakan murid dari Syaikh Imam Khatib Al-Minangkabawi. Maka Syaikh ini merupakan orang yang luar biasa, karena meski tidak kembali ke Indonesia, namun ia mengkader orang-orang yang nantinya menjadi ulama besar di Indonesia.

Haji Rasul merupakan ulama yang begitu teguh dalam melawan Jepang dan Ahmadiyah. Haji Rasul termasuk orang yang enggan melakukan Seikerei (sama seperti K.H. Hasyim Asy'ari) yang diperintahkan Jepang. Ia bersama ulama lainnya mendirikan sekolah Islam yang bernama Sumatera Thawalib. Lalu beberapa muridnya berguru ke India, namun sekembalinya dari sana mereka malah membawa ajaran Ahmadiyah. Maka Haji Rasul melawan pemikiran ini hingga Ahmadiyah pun tak tumbuh subur di tanah Minangkabau, ia juga adalah orang pertama yang menuliskan buku untuk melawan Ahmadiyah. Menariknya lagi saat Ahmadiyah lari ke Bandung, mereka bertemu dengan Syaikh Ahmad Hasan, yang merupakan pendiri Persis (Persatuan Islam) sehingga kembali Ahmadiyah tidak begitu berkembang.

Kembali kepada kisah Hamka, pada usia 16 tahun ia pergi ke Jawa dan sempat berguru dengan H.O.S. Tjokroaminoto, juga bertemu dengan Haji Agus Salim. Tiga tahun setelahnya ia pergi haji sendirian. Uniknya, ayahnya yang kala itu sedang menghadiri Konferensi Khilafah di Mesir tidak tahu tentang kepergian anaknya untuk berhaji. Momen haji inilah yang menjadikan Haji Rasul lebih memperhatikan Hamka daripada sebelumnya.

Hamka tumbuh dan memiliki kehausan akan ilmu. Selain pada ayahnya, ia berguru pada ulama-ulama lainnya yang berada di daerahnya. Ia juga rela untuk bekerja di sebuah percetakan asalkan dirinya diperkenankan membaca buku yang dicetak di sana. Hal-hal ini di antaranya yang menjadikan pemikiran dan ilmu Hamka begitu luas meski pendidikan formalnya hanya sampai sekolah dasar.

Hamka dikenal sebagai ulama besar Muhammadiyah. Ia juga merupakan penulis yang begitu produktif, karyanya meliputi berbagai bidang, seperti sastra (termasuk penulis novel-novel, seperti Di Bawah Lindungan Kabah, Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, dan lain sebagainya), filsafat, juga buku keagamaan. Salah satu bukunya yakni berjudul Pendidikan Agama Islam cukup dikenal, buku ini berisi mengenai Rukun Iman yang ia jabarkan lebih dari 400 halaman. Selain itu, tentunya yang terkenal dari karyanya adalah Tafsir Alquran yang diberi nama Tafsir Al-Azhar.

[info title="Info" icon="info-circle"] Tulisan lainnya mengenai Hamka:
[/info]

Tafsir Al-Azhar mengambil inspirasi dari karya tafsir lainnya, yakni Tafsir Al-Manar (Syaikh Rasyid Ridha) serta Tafsir Fii Zhilalil Qur'an (Sayyid Quthb). Nama Al-Azhar sendiri diambil dari Universitas Al-Azhar, yang mana Hamka mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa atas ceramahnya saat itu mengenai pengaruh pemikiran Muhammad 'Abduh di Indonesia dan Malaysia. Selain itu, Masjid Raya Kebayoran Baru yang dekat dengan tempat tinggal Hamka pun diubah namanya menjadi Masjid Al-Azhar Kebayoran Baru. Penulisan Tafsir Al-Azhar ini memerlukan waktu bertahun-tahun. Dua setengah juz beliau selesaikan dalam dua tahun pertama, sementara 27,5 juz sisanya ia tuliskan juga dalam dua tahun, namun bedanya saat itu ia menuliskannya di penjara (dipenjarakan oleh rezim Orde Lama).

Selain sebagai ulama dan penulis produktif, Hamka dikenal pula sebagai politisi Masyumi serta anggota Konstituante. Hamka bahkan pernah terlibat dalam perdebatan mengenai Pancasila sebagai dasar negara. Menurutnya, Pancasila bukanlah dasar negara, namun falsafah dasar negara dengan Islam yang bisa menjadi dasar negaranya. Namun ini bukan berarti ia menolak negara ini, bahkan Hamka dikenal dengan pertarungan gerilyanya melawan penjajah.

Hamka juga merupakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama. Namun ia pernah bersitegang dengan Orde Baru terkait fatwa yang dikeluarkan Komisi Fatwa MUI, yakni mengenai haramnya perayaan Natal bersama. Perayaan Natal bersama ini bukan bermaksud mengharuskan umat Islam ikut merayakan Natal,  namun karena pada masa itu Idul Fitri dan Natal waktunya berdekatan, maka tercetuslah perayaan Natal bersama ini. Fatwa dari Komisi Fatwa MUI (bukan pendapat pribadi Hamka) ini lalu dicabut peredarannya (bukan mencabut fatwa), selepas itu Hamka mundur dari jabatannya. Menariknya, selepas itu Hamka membuat tulisan yang intinya mengenai fatwa yang tidak bisa dicabut setelah dikeluarkan. Terkait fatwa perayaan Natal bersama, bila Komisi Fatwa MUI mengeluarkan fatwa haram, maka Hamka secara pribadi berpendapat bahwa tindakan itu adalah tindakan murtad, pendapat yang lebih keras dari Komisi Fatwa MUI. Pendapatnya ini berdasarkan surah Al-Mumtahanah.

Hamka dikenal pula sebagai sosok yang "tidak punya bakat pendendam". Kisah Hamka yang mengimami shalat jenazah Ir. Soekarno begitu dikenal, meski Soekarno pernah memenjarakan Hamka tanpa alasan yang jelas, namun Hamka mau untuk menjadi imam shalat jenazahnya. Hamka dan Soekarno sendiri sebenarnya begitu dekat, karena Soekarno juga dekat dengan Haji Rasul, ayah Hamka.
Selain itu, Hamka pun mau untuk melaksanakan permintaan Muhammad Yamin, seorang Minang yang dari segi pemikiran begitu sekuler serta pemikirannya tentang Majapahit yang bertolak belakang dengan orang-orang Minang. Permintaan terakhir Muhammad Yamin ini agar Hamka mau mengusahakan jenazahnya dimakamkan di tanah kelahirannya.
Begitu pula dengan kisah Hamka yang mau untuk membimbing calon suami dari Astuti Ananta Toer (anak dari Pramoedya Ananta Toer). Pramoedya sendiri dikenal begitu tajam pendapatnya dengan Hamka dan sangat bertolak belakang.

***

Selama dua puluh tahun akhir hidupnya Hamka menderita diabetes. Selain itu ia pun menderita penyakit jantung selama enam bulan terakhirnya. Saat berada di ICU dalam masa-masa akhirnya, Hamka selalu diberi obat penenang, namun ia selalu terbangun pada waktu shalat, bahkan bisa memanggil perawat untuk membantunya berwudhu, lalu shalat, selepas shalat ia pingsai kembali. Hamka lalu akhirnya wafat pada 24 Juli 1981, dimakamkan di TPU Tanah Kusir.

Hamka, sosok ulama besar yang tak hanya sebagai pemuka agama, namun juga seorang pejuang kemerdekaan, sastrawan, penulis dan lain sebagainya. Ia merupakan seorang otodidak, berwawasan luas, selalu mengagungkan persatuan, menolak perdebatan mengenai masalah furu'iyyah, dan tegas dalam berislam. Namun meski begitu ada "kekurangan" dari Hamka, yakni beliau tidak mengkader orang, ia tidak mempunyai murid khusus yang nantinya juga menjadi tokoh besar.




--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ditulis dari kajian bulanan Islamic Worldview pada 10 Desember 2015 yang disampaikan oleh Akmal Sjafril (peneliti INSIST / Institute for the Study of Islamic Thougts and Civilization, tesisnya sendiri mengenai Buya Hamka).

No comments:

Silakan berkomentar, gunakanlah bahasa yang santun dan sopan serta sesuai dengan tulisan di atas