Mempesona Imannya...

بسم الله الرحمن الرحيم

Di suatu subuh, selesai shalat berjamaah, Rasulullah duduk menghadap para sahabat, semua mata tertuju pada beliau, tak sabar menanti kata-kata hikmah dari sosok mulia ini.
Lalu beliau shalallahu'alaihi wa salam pun berkata, "Wahai manusia! Siapakah yang paling mempesona imannya?"
Para sahabat dengan serentak menjawab, "Malaikat ya Rasulullah!"
Rasulullah lalu berkata, "Benar.. tapi bukan itu yang aku maksud. Bagaimana mungkin malaikat tidak beriman kepada Allah sedangkan mereka hanya berbuat apa yang diperintahkan Allah."

Lalu para sahabat kembali mencoba menjawab, "Para Nabi dan Rasul-Nya, ya Rasulullah!"
"Benar, tapi bukan itu yang aku maksud. Karena bagaimana mungkin Nabi dan Rasul tidak beriman kepada Allah sedangkan wahyu dari-Nya langsung turun pada mereka," jawab Rasulullah.

Dengan kebingungan, para sahabat mencoba kembali menjawab dengan malu-malu, "Kalau begitu, kami ya Rasulullah, sahabat-sahabat engkau."
"Benar, tapi bukan itu yang aku maksud. Tentu saja kalian beriman kepada Allah karena aku berada di tengah-tengah kalian."

Akhirnya para sahabat tidak berusaha kembali menjawab dan berkata, "Kalau begitu, hanya Allah dan Rasul-Nya yang tahu."

Keadaan menjadi hening. Semua menanti jawaban dari Rasulullah terkait siapakah yang paling mempesona imannya. Hening sampai akhirnya Rasulullah berkata, "Mereka adalah orang-orang yang datang jauh sesudah kalian. Mereka tak pernah melihatku, tak pernah berjumpa denganku, tapi mereka mengimaniku. Mereka membaca Alquran dan mengimani dan mengamalkan isinya. Mereka membelaku sama seperti kalian gigih berjuang. Alangkah inginnya aku berjumpa dengan saudaraku."

***

Wahai, berkali-kali saya membaca dan mendengar tentang riwayat ini, mulanya ada rasa takjub karena insya Allah kitalah yang disebut oleh Rasulullah sebagai orang yang paling mempesona imannya, paling ajaib imannya. Karena, ya! Tak pernah sedetikpun kita bertemu dan bertatap muka dengan beliau, tapi kita mengimani beliau, megimani dan mengamalkan Alquran. 

Wahai, tapi sepekan yang lalu ketika riwayat ini dibacakan kembali, mengalirlah air mata, menangis malu karena merasa iman ini tidak ada apa-apanya, masih jauh dengan para sahabat, jauh...

Ah, riwayat ini benar-benar menjadi sebuah muhasabah bagi diri, apakah sudah iman ini mempesona? Padahal amalan-amalan yang dilakukan belumlah banyak. Apa kabar dengan tilawah harian yang bahkan masih sulit untuk sampai satu juz per hari. Apa kabar dengan hafalan Alquran yang bahkan satu juz pun belum hafal. Apa kabar dengan zakat, infaq, shadaqah yang kadang masih ada hitungan di dalamnya. Apa kabar dengan Shalat berjamaah yang kadang sulit diri ini untuk menggerakkan badannya shalat berjamah di mesjid. Apa kabar dengan qiyamul lail yang kadang tak untuk sekedar bangun pun sulit. Apa kabar dengan dhuha yang kadang ada rasa malas menghampiri. Apa kabar dengan shaum sunnah yang lama tak diamalkan. Apa kabar dengan ucapan, perilaku yang kadang tak pantas untuk dilakukan.
Wahai Rasul Allah, sungguh diri ini malu atas iman yang belumlah seberapa.
Wahai Rasul Allah, sungguh diri ini merinduimu, merinduimu meski tak pernah bertemu denganmu..
Ingin rasanya seperti para sahabat yang berjumpa denganmu, seperti 'Abu Bakr yang paling tak pernah ragu sedikitpun kepadamu, seperti 'Umar yang Islamnya adalah kemenangan, seperti 'Utsman yang tak ragu untuk berinfaq meski dalam jumlah yang luar biasa banyaknya, seperti 'Ali yang cerdas dan gagah di medan perang, dan seperti sahabat-sahabatmu yang lain..
Ingin rasanya seperti sahabat-sahabatmu..

Ya Rasulullah, shalawat dan salam tercurah padamu. Semoga kami termasuk ummatmu yang kau sebut bahkan saat engkau akan kembali pada-Nya, "Ummati.. ummati.. ummati.." Ya Rasulullah sebegitu besarnya cintamu pada ummat, maka sungguh kami pun mencintaimu.
Maka teringatlah aku dengan Anas ibn Malik yang berujar saat Rasulullah berkata bahwa engkau akan bersama orang yang kau cintai, "Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka."

Dan akhirnya, semoga riwayat di atas menjadi pemicu yang kuat untuk meningkatkan iman, meningkatkan taqwa dan amalan-amalan.
Wa Allahu alam.
Ya Rasulullah...


***

Firman Maulana, 10 Muharram 1434/ 24 November 2012,
di waktu dhuha.
 

No comments:

Silakan berkomentar, gunakanlah bahasa yang santun dan sopan serta sesuai dengan tulisan di atas