Catatan Ramadhan (2): Hisab Diri Sendiri Sebelum Dia Menghisabmu

بسم الله الرحمن الرحيم

“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab oleh Allah kelak. Bersiaplah menghadapi Hari Perhitungan yang amat dahsyat. Sesungguhnya hisab pada Hari Kiamat akan terasa ringan bagi orang yang selalu menghisab dirinya ketika di dunia.”

Sebuah mahfudzat di atas terlontar indah dari lisan Khalifah kedua Islam, Al-Farouq 'Umar ibn Khaththab. Sebuah mahfudzat yang menjadi pelajaran bagi kita agar menghisab alias mengevaluasi, menginstropeksi diri kita sendiri sebelum pada Hari Perhitungan kelak kita akan dihisab dengan sebenar-benar hisab dari Sang Pemilik Dunia dan Akhirat. Maka di momen Ramadhan ini menjadi saat yang sangat tepat bagi kita untuk menghisab, mengevaluasi, menginstropkesi diri kita sendiri, walapun tentunya lebih baik juga bila kita membiasakan diri untuk melakukannya di lain hari, namun Ramadhan biasanya mempunyai susasana tersendiri bagi kita, oleh karenanya ini kesempatan emas untuk instropeksi diri kita.

Lalu, apa saja yang harus kita instropeksi? Banyak hal tentunya, bisa saja mulai dari sikap kita, kelakuan kita, kata-kata kita, hubungan kita dengan orang lain, baik kepada orang tua, guru, kawan, saudara atau siapapun. Namun ada satu hal yang amat penting, yaitu menevaluasi ibadah kita, karena,
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (Q.S. Adz-Dzaariyat [51]: 56)

Maka ibadah-lah yang pertama kita evaluasi, kita mulai dengan shalat kita, karena sebagaimana Rasulullah berpesan kepada kita dalam riwayat Ath-Thabrani,
"Amal pertama yang dihisab dari seorang hamba di hari kiamat adalah shalat. Dan barangsiapa yang baik (diterima) shalatnya, maka baik (diterima) pula segala amalan yang lain, dan barangsiapa yang rusak (ditolak) shalatnya, maka rusak (ditolak) pula segala amalan lainnya."

Shalat ini merupakan hal yang spesial, khusus. Karena shalat ini diwajibkan atas seluruh muslim, tak ada keringanan untuk meninggalkannya. Bila sesorang sakit, maka tak gugur kewajiban shalatnya, ketika seseorang miskin, itu pun tak lantas menggugurkan kewajibannya. Seseorang yang tak kuat berdiri, maka ia shalat dengan duduk, bila tak mampu, maka dengan berbaring, bila tak bisa juga, maka cukup dengan isyarat. Bahkan saat perang pun, apakah kewajiban shalat itu gugur? Tidak!

Mengenai shalat ini ada satu cerita nyata.
Seseorang pernah berkata kepada temannya, "Aku setiap hari melakukan shalat lima waktu." Lalu temannya ini berkata, "Bagus. Memang seharusnya seperti itu."
"Tapi," lanjut orang tersebut, "Setiap kali aku shalat, setelah bertakbiratul ihram, maka tak terasa shalat itu cepat selesai."

Maka, hal seperti inilah yang harus kita perhatikan, saat shalat kita kehilangan maknanya, saat shalat kita terkadang hanya sebagai penggugur kewajiban kita. Tak jarang pula ketika shalat kita lupa entah ini rakaat berapa, sehingga kita bersujud sahwi karena kelalaian itu.
Sungguh sering mungkin kita merasakan yang demikian, apalagi saat sedang shalat munfarid, hal-hal seperti di atas seringkali kita rasai. Karenanya, bila di bulan-bulan lainnya kita jarang shalat berjamaah, maka di Ramadhan ini kita biasakan shalat berjamaah, karena akan lebih menjaga shalat kita, juga akan menyatukan kita dan mengakrabkan diri kita dengan saudara seiman kita, mudah-mudahan kebiasaan itu pun berlanjut hingga sesudah Ramadhan.

Lalu hal selanjutnya tentang zakat, infaq serta shadaqah kita, kita evaluasi apakah selama ini zakat, infaq, serta shadaqah kita adalah benar karena Allah, atau karena ada niatan lain, inilah yang mesti kita pertanyakan, karena Nabi berpesan bahwa amal itu tergantung kepada niatnya.

Sekali lagi, marilah menghisab diri kita sebelum Allah menghisab diri kita. Hisablah diri kita sebelum Hari Perhitungan tiba. Hisablah diri kita, dan menghisab tak sekedar sesal, karena sesal saja tiada guna.

Seandainya waktu dapat kembali
Inginku memulai cerita sekali lagi
Awali putihnya lembaran hidup ini
Tanpa menodainya dengan warna-warni duniawi


Segalanya memang mungkin terjadi
Tapi waktu yang berlari takkan berhenti
Bahkan kesempatan tuk berbaik hati
Hanya penyesalan yang terjadi berulang kali

Iringilah perbuatan buruk dengan yang baik
Niscaya pahala akan menghapus dosa
Dan berserah dirilah hanya kepada Allah
Sesungguhnya pintu maaf Allah semesta alam


(Shaf-Fix - Sesal Saja Tiada Guna)



Firman Maulana, 2 Ramadhan 1432, sebagian besar tulisan di atas terinspirasi dari ceramah sebelum shalat Tarawih oleh Bapak saya.

No comments:

Silakan berkomentar, gunakanlah bahasa yang santun dan sopan serta sesuai dengan tulisan di atas