Dialog Khalifah Harun Al-Rasyid dan Syaqiq al-Bakhli

Pada suatu ketika Khalifah Harun Al-Rasyid (Masa kekhalifahan antara tahun 786-809) meminta nasihat tentang kewajiban seorang pemimpin kepada Syaqiq al-Bakhli (Seoarng tokoh sufi hebat generasi awal), "Ya Syaqiq! Nasihatilah aku ini!"
Syaqiq pun menjawabnya, "Apa yang harus aku nasihatkan kepadamu? Engkau Raja yang sangat berhasil memakmurkan negeri dan rakyatmu. Engkaulah Raja ahli ibadah, sederhana dan hati-hati. rakyat menghormatimu, lalu apalagi kekuranganmu?"
Atas jawaban ini, Harun Al-Rasyid melanjutkan, "Nasihatilah aku tentang kewajiban seorang pemimpin!"

"Baiklah!" ucap Syaqiq. "Dengarkan, seandainya engkau sendirian sedang mengadakan perjalanan ke suatu negeri melewati padang pasir yang luas lagi panas, yang hanya dapat ditempuh dalam satu hari perjalanan. Di tengah perjalanan engkau kehausan yang teramat sangat, kalau tidak minum sebotol air saja, maka engkau tidak akan sampai ke ujung padang pasir tersebut. Engkau akan mati di perjalanan. Tiba-tiba engkau berpapasan dengan seorang pengembara yang membawa bekal air yang sangat cukup. Tentunya engkaunakan minta berbagi bekal air itu, bukan? Dan penembara tersebut akan memberikan sebotol air tersebut tapi dengan satu syarat, yaitu engkau memberikan setengah daripada kerajaanmu sebagai imbalan sebotol air yang engkau minta. Apakah engkau akan setuju dengan syarat yang diajukan?"

"Tentu saja. Aku akan berikan setengah daripada kerajaanku ketimbang aku mati kehausan. Perjalanan dan perjuanganku masih panjang," jawab khalifah Harun Al-Rasyid.

"Baiklah, setelah engkau meminumnya tentunya engkau segar kembali. Engkau tentunya akan melanjutkan perjalanmu, bukan? Kemudian, pada seperempat perjalanan terakhir, engkau ingin buang air kecil. Ah. Ternyata engkau kesulitan lagi kesakitan yang terasa amat sangat, tidak dapat buang air kecil. Kandung kemihmu kembung, sakit sekali rasanya. Jika tidak sesegera diobati engkau akan mati di perjalanan. Tiba-tiba engkau bertemu dengan seorang tabib yang dapat menyembuhkan penyakit yang engkau derita. Tentunya engkau akan minta agar tabib tersebut menyembuhkan penyakitmu itu, bukan? Dan seperti pengembara tadi, tabib ini pun akan memberimu obat yang manjur tetapi dengan satu syarat, yaitu sisa setengah kerajaanmu menjadi miliknya sebagai imbalan penyembuhan penyakitmu. Bagaimana? Apakah engkau setuju?"

"Ya, aku setuju sisa setengah kerajaanku tidak berarti apa-apa dibanding penyakit yang membahayakan hidupku!" Jawab Khalifah.

Mendangar jawaban itu meledaklah kata-kata Syaqiq, "Hahahaha! Sekarang, apa yang pantas engkau sombongkan?! Ternyata kerajaanmu, nilainya tidak lebih dari sebotol air minum dan segelas air kencing. Dan ingat, ternyata selama ini engkau hanya memimpin dan memerintah sebotol air minum dan segelas air kencing."
Jawaban itu membuat Harun Al-Rasyid menangis tersedu-sedu, perkataan ini sangat mengena pusat syraf kesadarannya.

Dengan menangisnya Harun Al-Rasyid suasana menjadi hening, mereka terdiam, setelah tangis reda, Syaqiq melanjutkan bicaranya dengan lemah lembut, "Setelah engkau sadar, sekarang aku ingin bertanya, masih inginkah engkau menjadi pemimpin?" Harun Al-Rasyid tidak berkata sesuatupun untuk menjawabnya, dia hanya terdiam saja, diamnya Harun Al-Rasyid telah berkata banyak. Diamnya Harun Al-Rasyid menandakan kepahaman akan nasihat Syaqiq Al-Bakhli.


(Diambil dari buku "Togog Menggugat Negeri Maling")

No comments:

Silakan berkomentar, gunakanlah bahasa yang santun dan sopan serta sesuai dengan tulisan di atas